Perdagangan Kripto di Indonesia Meningkat Pesat di 2024
Industri kripto di Indonesia mengalami lonjakan luar biasa pada paruh pertama tahun 2024. Berdasarkan data terbaru dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), total nilai transaksi aset kripto di Indonesia selama Januari hingga Juni 2024 tercatat mencapai Rp301,75 triliun. Angka ini menunjukkan peningkatan signifikan sebesar 354% dibandingkan periode yang sama pada 2023 yang hanya mencatatkan transaksi sebesar Rp66,44 triliun.
Aset Kripto Populer di Indonesia
Di antara berbagai jenis aset kripto yang diperdagangkan di Indonesia, beberapa nama menonjol sebagai pilihan utama para investor. Aset-aset tersebut termasuk stablecoin Tether (USDT), Bitcoin (BTC), Pepecoin (PEPE), Ethereum (ETH), dan Solana (SOL). Tether (USDT) dan Bitcoin (BTC) menjadi pilihan paling banyak diperdagangkan, mencerminkan minat investor Indonesia terhadap stabilitas dan potensi keuntungan besar dari aset-aset tersebut.
Selain lonjakan transaksi, jumlah pengguna kripto di Indonesia juga mencatatkan kenaikan yang mengesankan. Hingga Juni 2024, jumlah pengguna kripto terdaftar di Indonesia mencapai 20,24 juta orang. Rata-rata pertumbuhannya mencapai 430.500 pelanggan per bulan sejak Februari 2021, sebuah angka yang mencerminkan minat masyarakat terhadap investasi kripto yang semakin berkembang.
Tirta Karma Senjaya, Kepala Biro Pembinaan dan Pengembangan Perdagangan Berjangka Komoditi Bappebti, menilai pertumbuhan ini sebagai indikasi positif meningkatnya kesadaran dan pemahaman masyarakat Indonesia terhadap aset kripto. Menurutnya, Bappebti akan terus mendukung industri ini melalui regulasi yang tepat dan perlindungan konsumen yang lebih kuat.
Seiring dengan meningkatnya aktivitas perdagangan kripto, penerimaan pajak dari sektor ini juga turut mengalami lonjakan. Data Direktorat Jenderal Pajak menunjukkan bahwa pada paruh pertama 2024, penerimaan pajak dari perdagangan kripto tercatat mencapai Rp798,84 miliar. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, dengan perbandingan penerimaan pajak yang hanya mencapai Rp246,45 miliar pada 2022 dan Rp220,83 miliar pada 2023.
Penerimaan pajak ini terdiri dari dua jenis pajak utama, yaitu Pajak Penghasilan (PPh) 22 atas transaksi penjualan kripto di exchanger sebesar Rp376,13 miliar, serta Pajak Pertambahan Nilai Dalam Negeri (PPN DN) atas transaksi pembelian kripto di exchanger yang mencapai Rp422,71 miliar.
Regulasi mengenai perdagangan kripto di Indonesia diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 68/PMK.03/2022 yang mulai berlaku pada Mei 2022. Peraturan ini mengenakan pajak terhadap perdagangan kripto, dengan tarif PPh sebesar 0,1% dan PPN sebesar 0,11% dari nilai transaksi. Kebijakan ini bertujuan untuk memberikan dasar hukum yang jelas sekaligus memastikan keberlanjutan industri kripto yang semakin berkembang di Indonesia.
Dengan segala pencapaian ini, dapat dipastikan bahwa perdagangan kripto di Indonesia akan terus berkembang pesat seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat dan dukungan regulasi yang terus diperkuat oleh pemerintah.